Traffiking dalam Hukum Islam


I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang luas dan penduduk yang padat. Kepadatan penduduk di Indonesia menjadi permasalahan tersendiri karena juga diikuti dengan jumlah kemiskinan. Data BPS (Badan Pusat Statistik), jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga bulan Maret 2019 berjumlah 25,14 juta. Kondisi ini tentu menjadikan kebutuhan lapangan kerja sangat besar. Berbagai cara dilakukan masyarakat Indonesia untuk bisa bekerja dan mendapat upah yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup bahkan rela untuk mejadi tenaga kerja di luar negeri. Keinginan untuk dapat pekerjaan dan upah yang layak membuat banyak masyarakat di Indonesia berlomba menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan jumlah TKI yang berada di luar negeri berdasarkan survey World Bank pada tahun 2017 mencapai 9 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 55 persennya ada di Malaysia, 13 persen di Saudi Arabia, 10 persen di China atau Taipei, dan di negara-negara lain. Tingginya jumlah warga negara Indonesia yang ingin bekerja ke luar negeri khususnya yang menjadi TKW, membuat banyak pihak yang melirik fenomena ini sebagai peluang bisnis, yaitu dengan menjadikan para TKI sebagai obyek perdagangan hingga akhirnya banyak TKI menjadi korban dari praktik kejahatan perdagangan manusia (trafficking). Jumlah TKI yang menjadi korban dari praktik trafficking di Indonesia sangat memperihatinkan. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri jumlah TKI korban trafficking yang berhasil dipulangkan ke Indonesia sepanjang tahun 2017 sebanyak 1.083. Perdagangan manusia (trafficking) adalah hal yang terjadi sejak zaman jahiliyah hingga zaman sekarang dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Hal ini berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), yang menganggap manusia seperti barang yang dapat diperjual-belikan. Isu perdagangan manusia atau trafficking cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Tingginya soratan media terhadao issu ini menguatkan bahwa trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Saat ini trafficking sudah menjadi multi-bilion-dollar industry dengan sindikat yang dapat menyaingi obat terlarang dan senjata illegal, mengingat untuk memutuskannya sangatlah rumit. Trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia mendasar (self determination), dikarenakan ia merupakan penggaran berupa pemaksaan terhadap orang lain yang menyebabkannya tidak dapat menentukan sendiri jalan hidupnya, tidak bebas mengekuarkan pendapatnya, tidak dapat hidup sesuai keinginannya, tidak bebas melakukan tindakan yang diinginkan, dan selalu merasa diintimidasi kekuatan, dan penuh kecurigaan. Karena trafficking sepenuhnya menguntungka pihak trafficker. Indonesia sendiri merupakan negara Tier 2, yaitu negara yang belum memenuhi standar minimum dalam pemberantasan trafficking, tetapi sudah menunjukkan upaya signifikan kea rah itu. Sebagai negara dengan pemeluk agama Islam yang besar, maka upaya penanggulangan melalui pendekatan agama, terutama melalui penggalian ayat-ayat Al-Qur’an dalam perspektif trafficking. Tulisan ini mencoba meneliti pendekatan teologis normative dengan menekankan pembahasan apa yang dimaksud dengan trafficking? bagaimana praktik trafficking? dan bagaimana trafficking menurut Al-Qur’an? II. PEMBAHASAN a. Pengertian Meski trafficking merupakan sebuah issu yang tidak pernah selesai, namun tentang definisi trafficking masih banyak para ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda. Definisi trafficking adalah sebuah konsep dinamis dengan wujud yang berubah dari waktu ke waktu, sesuai perkembangan ekonomi, social dan politik. Sampai saat ini tidak ada definisi yang disepakati secara internasional, sehingga perbadaan pendapat dan repon tentang definisi yang dianggap paling tepat tentang fenomena yang disebut trafficking ini. Istilah trafficking berasal dari bahasa Inggris yang berarti perdagangan. Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary disebutkan trafficking berarti illegal trading (perdagagan illegal). Sementara menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), dalam Pasal 1 ayat (1), trafficking didefinisikan dengan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun luar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Sebelum Undang-Undang PTPPO, pengertian tindak pidana perdagangan orang (trafficking) yang umum paling banyak digunakan adalah definisi 3 Protokol PBB. Adapun menurut protocol PBB, trafficking adalah : a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling tidak eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh. b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud yang dikemukakan dalam sub line (a). c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan sesorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang, bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu cara yang dikemukan dalam sub bab line (a). Dari pengertian di atas mengandung makna bahwa manusia dijadikan komoditas, memindahkannya dengan semena-mena, sarat dengan berbagai pelanggaran dan tidak kejahatan dan kesewenang-wenangan yang berlandaskan kekuasaan dengan tujuaneksploitasi tenaga kerja untuk berbagai kepentingan yang merugikan korban dan menguntungkan pihak lain. Maka kegiatan trafficking haruslah dihentikan karena merusak hak dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki derajat yang sama. Melihat dari beberapa definisi yang telah dipaparkan tentang pengertian trafficking, dapat diambil benang merahnya bahwa kategori trafficking akan terpenuhi setidaknya apabila telah memenuhi tiga unsur, yaitu proses atau cara dan tujuan. Yang dimaksud proses adalah meliputi sejak perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan dan penjualan. Kemudian bagaimana cara para pelaku memperlakukan korban, meliputi cara kekerasan, pemaksaan, penipuan, kebohongan dan penculikan. Akhir dari semuanya adalah tujuan, yaitu untuk eksploitasi, baik seksual ataupun eksploitasi lain seperti perbudakan dan pelayan kerja paksa. b. Trafficking menurut Islam Berbicara tentang trafficking dalam Islam, maka tidak bisa lepas dari sejarah bangsa terdahulu yang menjadikan manusia sebagai budak. Secara umum tidak ada waktu yang pasti sejak kapan mulai muncul perbudakan di muka bumi, yang jelas sebelum kenabian Nabi Muhammad SAW. System perbudakan sudah tumbuh subur di jazirah arab. Diantara salah satu sebab suburnya perbudakan waktu itu adalah seringnya terjadi peperangan antar kabilah & bangsa, di samping di sana terdapat faktor lain seperti perampokan, perampasan, penculikan, kemiskinan, ketidakmampuan dalam membayar hutang dan lain sebagainya, serta didukung pula dengan adanya pasar budak pada masa itu. Dalam sejarah Islam pada masa sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW di wilayah Jazirah Arab sudah dikenal adanya praktik human trafficking yang mana pada saat itu disebut dengan istilah perbudakan. Pada masanya, dalam mensiarkan agama Islam Nabi Besar Muhammad SAW melakukan pembebasan manusia dari praktek perbudakan tersebut dengan mengajarkan, bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling istimewa, paling sempurna (laqod kholaqnal insaana fii ahsani taqwiim), tidak hanya sempurna secara fisik namun juga dilengkapi dengan akal dan kemampuan lainnya. Islam menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Wujud penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan itu dapat dilihat pada aturan syari’at yang sangat ketat memberikan sanksi pada setiap orang yang melanggar hak-hak asasi manusia , seperti hukum qisas dan perzinahan. Islam menjadikan manusia sebagai makhluk mulia. Sisi kemuliaan manusia dengan berbagai macam kelebihan yang tidak terhitung dianugerahkan Allah SWT. Eksistensi manusia di dunia ditegaskan Allah SWT dalam Al Quran dan Hadits. Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman dalam surat Al Israa, ayat 70 :                    Artinya : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” Dari ayat ini terlihat sebenarnya bahwa sistem perbudakan yang merendahkan harkat martabat manusia itu bertentangan dengan ayat ini. Ayat ini menegaskan bahwa manusia diberikan derajat yang tinggi berupa kemuliaan yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Dengan kemuliaan tersebut. Kemuliaan yang melekat pada setiap manusia sejak dilahirkan dimuka bumi tersebut melekat selamanya dan tidak bisa dihilangkan dengan cara apapun juga, seperti dijadikan komoditas dagangan (trafficking). Selain ayat ini, Islam tidak setuju dengan perbudakan dapat dilihat dari beberapa ayat yang berusaha menghilangkan praktik tersebut dengan memberikan hukuman kafarat bagi beberapa ibadah yang dilanggar, seperti dalam surat Al-Maidah, ayat 89 : لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗ Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Ayat di atas terlihat bahwa sebenarnya Islam tidak membenarkan adanya sistem perbudakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia. Islam menyerukan agar budak-budak diberikan kemerdekaan agar mereka bisa hidup dengan bebas dan bisa mendapatkan kemuliaan sebaimana orang-orang yang merdeka. Munculnya ayat-ayat al Quran tentang memerdekakan budak, dalam rangka mengantisipasi keadaan jaman jahiliyah yang menjadikan budak sebagai lambang kekayaan individual. Tidak ada ayat al Quran yang berbicara tentang syarat legal menjadi seorang budak, akan tetapi seluruh ayat tentang perbudakan justru bertujuan menghapus perbudakan. Dalam kasus TKW, al Quran secara khusus berbicara tentang perdagangan wanita dalam surat an Nuur, ayat 33 :     •                     •                    •        Terjemahnya: “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian dirinya sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang mereka miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kalian buat perjanjian dengan mereka, jika kalian mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kalian. Dan janganlah kalian paksa budak-budak perempuan kalian untuk melakukan pelacuran, padahal mereka itu sesungguhnya menginginkan kesucian, sementara tujuan kalian hanyalah untuk mencari keuntungan duniawi. Dan barang siapa memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang terhadap mereka yang dipaksa” Firman Allah SWT di atas, menceritakan kasus tindakan eksploitasi terhadap budak perempuan yang menjadi sebuah tradisi. Akan tetapi tradisi tersebut dilarang Allah SWT. Dalam kaidah fiqh disebutkan : الححر لا يدخل تحت اليد Artinya : Orang merdeka tidak masuk dalam kekuasaan. Selain ayat-ayat al Quran yang berbicara tentang trafficking, juga ditemukan hadits-hadits yang menjelaskan tentang perbudakan dan perdagangan manusia, diantaranya : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُوفِهِ أَجْرَهُ Artinya : Dari Abu Hurairah ra. Nabi Muhammad SAW. bersabda : Bahwa Allah berfirman, Ada tiga golongan yang akan aku murkai pada hari kiamat, pertama, orang yang bersumpah atas nama-Ku tetapi kemudian ia mengabaikan sumpah itu, kedua, orang yang menjual orang yang merdeka dan ketiga, orang yang mempekerjakan orang lain dan setelah selesai ia tidak memberikan upahnya. (HR. Bukhari) Dari hadits ini bisa dipahami, bahwa praktik perdagangan manusia tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Allah SWT memurkai orang yang menjadikan manusia sebagai barang komuditas dan mengeksploitasi untuk kepentingan tertentu. Setiap orang berhak merdeka dan terhindar dari eksploitasi seperti bekerja tanpa mendapatkan upah. Dalam hadits lain juga didapatkan bahwa Islam sangat menghargai kemerdekaan manusia, sehingga anjuran untuk memerdekakan budak menjadi sebuah anjurang yang sangat besar keutamaanya di sisi Allah SWT, seperti hadits : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً أَعْتَقَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْ النَّارِ ، حَتَّى فَرْجَهُ بِفَرْجِهِ Artinya : Dari Abu Hurairahm Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa membebaskan seorang budak wanita mukmin, maka dari setiap anggota tubuh budak yang ia merdekakan Allah akan merdekakan anggota tubuhnya dari neraka, sehingga Allah merdekakan kemluannya dari kemaluan budak yang ia merdekakan. (HR. Tirmidzi) Keutamaan memerdekakan budak juga terlihat dari hadits berikut : عَنْ أَبِي أُمَامَةَ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا امْرِئٍ مُسْلِمٍ أَعْتَقَ امْرَأً مُسْلِمًا كَانَ فَكَاكَهُ مِنْ النَّارِ يُجْزِي كُلُّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ وَأَيُّمَا امْرِئٍ مُسْلِمٍ أَعْتَقَ امْرَأَتَيْنِ مُسْلِمَتَيْنِ كَانَتَا فَكَاكَهُ مِنْ النَّارِ يُجْزِي كُلُّ عُضْوٍ مِنْهُمَا عُضْوًا مِنْهُ وَأَيُّمَا امْرَأَةٍ مُسْلِمَةٍ أَعْتَقَتْ امْرَأَةً مُسْلِمَةً كَانَتْ فَكَاكَهَا مِنْ النَّارِ يُجْزِي كُلُّ عُضْوٍ مِنْهَا عُضْوًا مِنْهَا Artinya : dari Abu Umamah dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : Muslim mana saja yang memerdekakan seorang muslim lainnya, maka hal tersebut dapat membebaskannya dari neraka, setiap anggota tubuh yang ia merdekakan maka akan membebaskan anggota tubuhnya dari neraka. Muslim mana saja memerdekakan dua orang wanita muslimah, maka hal tersebut dapat membebaskannya dari api neraka, setiap dua anggota tubuh yang ia merdekakan maka akan membebaskan anggota tubuhnya dari neraka, Dan muslimah mana saja yang memerdekakan seorang muslimah lainnya, maka hal tersebut dapat memerdekakannya dari neraka, setiap anggota badan yang ia merdekakan akan membebaskan anggota badannya dari neraka. (HR. Tirmidzi). Dari hadits-hadits di atas, meskipun konteksnya membahas tentang perbdakan, namun karena praktik perbudakan memiliki kesamaan denga menjadikan manusia sebagai bahan jual beli. Pada zaman jahiliyah perdagangan manusia yang diperdagangkan, dipekerjakan sebagai budaj dan ia menjadi milik tuan yang membelinya. Kondisi bidak di zaman Jahiliyah mirip dengan kondisi budak di Yunani dan Romawi. Budak dianggap barang dagangan yang paling menguntungkan. Pasar-pasar di jazirah Arab selalu dipenuhi dengan budak sebagai komuditi unggulan, sementara orang-orang quraisy termasuk orang yang paling banyak mendapatkan budak dari tawanan perang yang terjadi antar kabilah Arab atau yang mereka beli di pasar-pasar budak Habsyah (untuk bidak kulit hitam) atau daerah Kaukasia (untuk budak kulit putih). Dengan melihat konteks hadits-hadits di atas, dapat terlihat peran Rasulullah ketika mengajarkan Islam dan menghapus praktik perbudakan. Allah memberikan jaminan pembebasan dari api neraka bagi orang-orang yang membebaskan budak. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT : وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا الْعَقَبَةُ ۗ فَكُّ رَقَبَةٍۙ Artinya : Dan tahukah kamu apakah jalan yang sukar itu? (yaitu) melepaskan budak. Dengan melihat kesamaan antara perbudakan dan trafficking, maka hadits-hadits tersebut juga dijadikan dasar trafficking tidak dibenarkan dalam agama Islam. Dengan kata lain trafficking merupakan praktik perbudakan dalam bentuk baru. III. PENUTUP Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan : 1. Bahwa trafficking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. 2. Perbudakan yang telah terjadi dari zaman dahulu merupakan sebuah bentuk trafficking yang kemudian dilarang dalam agama Islam. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Effendi Satria, 2001 Ensklopedi Hukum Islam, Jilid I, cet. 5, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve. Munajat Makhrus, 2008 Pemikiran Hukum Pidana Islam Kontemporer, Yogyakarta. Departemen Agama, 2005 al Qur’an dan Terjemahanya, Bandung, Dipanegoro. Horby, 1992 Oxford Advanced Learner’s Dictinary, edisi ke-5 (Oxford: Oxford University Press,) Nurani, 2003 : Sebuah Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, Elsaq Press Rsenberg Ruht, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Jakarta USAID. Imam Bukhari, Shahih Bukhari, hadits nomor 2075, Lihat Digital Hadits 9 Imam, Lidwa Pusaka. Iman Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, hadits nomor 1461. Lihat Digital Hadits 9 Imam, Lidwa Pusaka. Iman Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, hadits nomor 1467. Lihat Digital Hadits 9 Imam, Lidwa Pusaka. B. Jurnal Ahmad Sayuti Anshari Nasution, Perbudakan dan Hukum Islam, Jurnal Ahkam, Vol. 15 No. 1 Elfi Mu’awanah, 2007. Trafficking dalam Prespektif Al Quran, dimuat dalam jurnal al-Ihkam vol 2 no.1 . Nadia Zunly, 2011 “Perlindungan Kehidupan Perempuan Dalam Keluarga dan Masyarakat” Dalam Jurnal Musawa , Vol. 10, No. 2 Yohanes Suhardin, 2008, Tujuan Yuridis Mengenai Perdagangan Orang dari Prespektif Hak Asasi Manusia, Jurnal Mimbar Hukum, Vol 2 No. 3, C. Internet https://acmadyahya.blogspot.com/2014/01/kaidah-fikih-ghairu-asai.html, diakses 10 Oktober 2019. https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/07/15/1629/persentase-penduduk-miskin-maret-2019-sebesar-9-41-persen.html, Diakses 18 Oktober 2019. https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/23/154732226/ini-data-tka-di-indonesia-dan-perbandingan-dengan-tki-di-luar-negeri, diakses 18 Oktober 2019. https://news.detik.com/berita/d-3780090/sepanjang-2017-polisi-pulangkan-1083-tki-korban-human-trafficking, diakses 10 Oktober 2019.

Komentar

Postingan Populer